Sabtu, 02 Februari 2019

Kolam Renang yang Menghijau

Padahal ini baru awal tahun, baru setengah perjalanan musim dingin, tapi sudah tidak sabar bertemu pertengahan musim panas.

Pertengahan musim panas. Angin gersang berhembus, debu berserakan, jalanan kota tak karuan, klakson berbunyi, keringat mengucur, langit putih keemasan bukannya biru muda. Botol air minum kemasan berserakan di jalan, air di bak mandi tidak pernah luber lagi. Makhluk hidup pontang-panting mencari teduh, mencari sejuk. Pertengahan musim panas yang mencapai klimaks.

Anak perempuan berlari menuju kolam renang siang hari. Biasanya ramai, tapi sekarang sepi. Mengapa? Di kondisi carut marut kekurangan air begini kok kolam renang sepi. Hanya ada satu penjaga karcis dan anak perempuan itu yang sedang memandangi kolam renang. Sudah sekian puluh menit dia hanya berdiri, duduk, memainkan air dengan kaki, lalu kembali berdiri di tepi kolam renang yang airnya menghijau itu.

Kolam renang yang airnya menghijau. Bertemunya air sejuk dan matahari hangat di pertengahan musim panas membuat ganggang lebih cepat tumbuh, yang membuat warna air kolam berubah menjadi hijau. Pekat. Sampai tidak terlihat dasarnya. Hanya sedikit yang mau berenang di kolam seperti ini. Sebagian besar terlalu takut tenggelam. Tenggelam menjadi satu-satunya risiko dari jarak pandang yang pendek ini. Itulah yang membuat anak perempuan itu terus menimbang. Apakah dia mampu berenang? Apakah dia mau tenggelam?

Dia memutuskan untuk berenang dengan risiko tenggelam. Anak perempuan pernah bertemu seseorang. Seseorang itu seperti laut. Ombaknya menghempas-hempas, anginnya terasa asin tidak bersahabat, batu karang berjajar seolah menjadi pembatas yang sulit, burung camar yang berterbangan liar. Belum lagi matahari di ujung cakrawalanya yang sinarnya membutakan. Betapa seseorang itu membentengi dirinya sedemikian rupa. Apalagi matanya, seperti pusaran air kehijauan tanpa cahaya, tanpa dasar, jauh tak tergapai, sepasang mata yang siap menenggelamkannya.

Jadi, anak perempuan memutuskan untuk berenang di kolam renang yang airnya menghijau ini, meski dengan risiko tenggelam. Sungguh, percayalah, tenggelam di kolam renang ini jauh lebih baik daripada dia tetap berada di kota yang sama, dengan seseorang yang matanya seperti pusaran air laut, yang siap menenggelamkannya. Anak perempuan hanya tidak sanggup tenggelam lagi di matanya. Menahun mencari secercah cahaya jalan keluar, tidak ada yang namanya mudah. 

                                
 
"Matamu mengingatkanku pada kolam renang yang menghijau di pertengahan musim panas", kata anak perempuan itu, memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam kolam renang, tersenyum, tanpa takut tenggelam, karena dia pernah menahun tenggelam di pusaran yang lebih kuat, di air menghijau yang lebih pekat, di dasar yang tidak ada dasarnya, di kedua matamu.