
Dulu waktu kecil saya suka bermain petak umpet. Teman-teman saya memang sebaya semua jadi tidak terlalu sulit untuk beradaptasi. Biasanya kami mencari daerah untuk petak umpetnya di ujung gang yang lokasinya di sana banyak ditumbuhi rumput ilalang serta banyak bekas reruntuhan bangunan ada juga beberapa tembok yang masih berdiri. Itu semua memudahkan kami mencari tempat persembunyian yang paling aman.
Ah, sialnya saya sering sekali menjadi penjaga. Jarang untuk dapat kesempatan bersembunyi. Terkadang, dalam hitungan 10 atau 20 yang lain sudah bersembunyi dengan aman sedangakan saya masih saja mencari tempat persembunyian, dan ketahuan lalu kalah lagi.
Saat itu juga saya berfikir, untuk apa sih bersembunyi?
Sekarang, saya tau. Bersembunyi itu untuk sembunyi. Terserah mau sembunyi dari apa saja yang kamu mau. Boleh sembunyi dari kebisingan, sembunyi dari orang-orang, sembunyi dari dunia, sembunyi dari matahari angin hujan, sembunyi dari kesedihan juga boleh.
Sayang, saya jadi kepingin sembunyi dari kesedihan. Bosan juga setiap hari kesedihan harus bertamu di hidup saya begini, apalagi kesedihan kalau bertamu suka lupa waktu, padahal kopi dan camilan yang saya suguhkan sudah habis tetapi kesedihan tetap saja ada di hidup saya ini, kerasan sekali tampaknya. Tapi kalau jadi bersembunyi dari kesedihan, saya tidak tau juga harus bersembunyi dimana. Mau sembunyi dibalik tembok, dibawah kolong, diatas lemari, disamping garasi, dimanapun kesedihan tetap saja bisa datang. Kesedihan selalu tau dimana kita sedang berada.

Kalau dipikir-pikir lagi, tetap saja dong saya akan sedih. Rumit sekali. Yasudah, tidak jadi bersembunyi sajalah kalau begitu, lebih baik saya sembunyikan kesedihan itu sendiri, karena kesedihan rajin bertamu itu tidak lain saya mengijinkannya untuk bertamu sampai-sampai harus saya persilahkan masuk ke hidup saya. Itu salah saya juga, kalau saya tidak mengizinkan kesedihan untuk masuk sejauh ini dalam hidup saya mungkin saya tidak harus sesedih ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar